Wednesday 30 September 2015

Hasil Identifikasi Pelaksanaan Management Patient Safety di RS Jiwa Dosen Pembimbing: Muryati, S.Kep Ners M.Kes


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah yang berjudul Identifikasi Pelaksanaan Management Patient Safety di RS Jiwa. Makalah ini ditulis guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Management Patient Safety di jurusan DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes Bandung.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini terutama kepada pembimbing kami yang telah mengarahkan kami dalam pembuatan makalah sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini. 
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
                                               

Bandung, September 2015
Penyusun




                Kelompok7

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………............i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….….ii
BAB  I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang……………………………………….…………………................................1
1.2  Rumusan Masalah………………………………………..…………………………………..1
1.3  Tujuan Penulisan……………………………………………..………………………………2
1.4  Manfaat Penulisan……………………………………………..……………………………..2
BAB II PEMBAHASAN
2.1Standar Pengelolaan Pasien Safety dalam Keperawatan Jiwa………………………………3
2.2Identifikasi Pelaksanaan Management Patient Safety di Rs Jiwa …………………………..5
2.3Permasalahan Dalam Pelaksanaan Management Patient Safety di RS Jiwa……………….11
2.4 Tindakan Management Patient Safety pada Kasus Infeksi Nosokomial…………………...12

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………………14
3.2 Saran………………………………………………………………………………………..14

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….................15

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak tehadap pencemaran lingkungan dan keselamatan “bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit. Ke lima aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap rumah sakit. Namun, harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra perumahsakitan (Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit, DepKes R.I 2006).
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yan disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. (Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2006).
Menurut American Nurses Associations (ANA), Keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri secara teraupetik dalam meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan mental masyarakat dimana klien berada (American Nurses Associations). 
Keperawatan jiwa adalah pelayanan keperawatan profesional didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respons psiko-sosial yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa (komunikasi terapeutik dan terapi modalitas keperawatan kesehatan jiwa) melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa klien (individu, keluarga, kelompok komunitas).

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana standar pengelolaan pasien safety dalam keperawatan jiwa ?
2.      Bagaimana pelaksanaan management Patient safety di RS Jiwa?
3.      Apa saja permasalahan dalam pelaksanaan management patient safety di RS Jiwa?
4.      Bagaimana tindakan management patient safety pada kasus infeksi nosocomial?

1.3  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui standar pengelolaan pasien safety dalam keperawatan jiwa
2.      Untuk mengetahui pelaksanaan management patient safety di RS Jiwa
3.      Untuk mengetahui permasalahan management patient safety di RS Jiwa
4.      Untuk mengetahui tindakan management patient safety pada kasus infeksi nosokomial dan resiko

1.4  Manfaat penulisan
1.      Diharapkan dapat berguna bagi penulis sendiri dan bermanfaat untuk semua pembaca
2.      Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan mengenai pelaksanaan management patient safety di RS Jiwa











BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Standar Pengelolaan Pasien Safety dalam Keperawatan Jiwa
Standar 1. Falsafah dan Tujuan
Kegiatan pengendalian infeksi di Rumah Sakit Jiwa merupakan suatu keharusan untuk melindungi pasien dari kejangkitan infeksi, dalam bentuk upaya pencegahan, surveilens. dan pengobatan yang rasional.
Standar 2. Administrasi dan Pengelolaan
Harus ada panitia yang bertanggung jawab. mengatur, dan meninjau pengendalian infeksi.
Standar 3. Staf dan Pimpinan
Pimpinan dan staf diberikan kewenangan dalam pengelolaan program pengendalian infeksi.
Standar 4. Fasilitas dan Peralatan
Perlengkapan untuk kebersihan Rumah Sakit Jiwa harus disediakan, demikian pula lingkungan harus bersih.
Standar 5. Kebijakan dan Prosedur
Kriteria:
1.      Petugas Kebersihan
Harus  ada jadwal kerja minimal 3 kali untuk membersihkan lantai atau setiap kali ada pengotoran lantai.
2.      Linen
Kereta untuk membawa linen kotor harus dicuci dan didesinfeksi secara leratur setiap hari. Linen bekas pasien infeksi harus dipisahkan dan didesinfeksi khusus. Ruangan serta tempat kerja laundri dibersihkan setiap hari. Staf harus mencuci tangan secara teratur dengan anti septik. Dilarang merokok di ruang linen. Bila linen disiapkan di luar Rumah Sakit Jiwa. harus dipastikan bahwa proses dapat dipertanggung jawabkan.
3.        Pengudaraan dan ventilasi
Harus dibuktikan bahwa mesin pendingin udara diperiksa secara teratur dan terbukti bersih dari jamur dan bakteri. Dilarang merokok di Rumah Sakit Jiwa.
4.      Pembuangan sampah
Sampah harus dibuang sedemikian rupa agar sesuai dengan peraturan yang ada.
Harus ada batasan dan prosedur mengenai:
a.     Sampah yang terkontaminasi
b.      Pemisahan sampah umum dan sampah medis yang terkontaminasi
c.      Penanganan yang tepat dengan kantong, baju pelindung. dan tempat sampah sebelum sampah dimusnahkan.
d.    Harus ada tempat khusus bagi alat bekas suntik dan dibuang dengan cara yang aman agar tidak mecelakakan orang lain,
5. Sumber air
a.       Kualitas air harus baik, bila mungkin berasal dan PAM, bila berasal dari sumber lain harus  dibuktikan bahwa secara mikrobiologik dapat dipertanggung jawabkan.
b.   Bila terdapat penampungan air maka secara berkala "harus ada pemeriksaan mengenai kebersihan dan mikrobiologi.
Standar 6. Pengembangan Staf dan Pendidikan
Semua staf berhak mendapatkan kesempatan pengembangan kemampuan dan keterampilan melalui program pendidikan.
Standar 7. Evaluasi dan Pengendalian Mutu
Harus ada prosedur untuk menilai mutu pelayanan dan ada mekanisme untuk mengatasi masalah.

2.2  Identifikasi Pelaksanaan Management Patient Safety di RS Jiwa
2.2.1        Management Patient Safety pada Pasien Jiwa
Perawatan pasien jiwa dengan menerapkan pasien safety bisa dilakukan dengan menerapkan hal-hal berikut ini :
1.      Melindungi pasien dari membahayakan dirinya sendiri
Dilakukan dengan memantau pasien dengan kecenderungan untuk bunuh diri atau menyebabkan kerugian bagi diri mereka sendiri dan menempatkan mereka tetap di bawah pengawasan, menngeksplor isi pikiran mereka, mencoba untuk mengalihkan perhatian mereka dari ide-ide bunuh diri tersebut,  mencoba untuk mengisi waktu mereka dengan kegiatan yang berbeda dan memberi mereka harapan dalam hidup , menempatkan mereka dalam lingkungan yang aman di bangsal jauh dari stimulator eksternal untuk ide-ide bunuh diri dan  jauhkan  dari benda berbahaya yang ia bisa gunakan untuk untuk membahayakan dirinya sendiri.
2.      Melindungi pasien dari resiko infeksi nosokomial
Rumah sakit merupakan sumber mikroba pathogen yang sangat potensial menyebabkan infeksi dapat menyebar ke seluruh lingkungan di rumah sakit melalui kontak antara pengunjung, penderita, petugas, dan peralatan medis serta luka operasi.
Infeksi di rumah sakit yang lebih dikenal infeksi nosokomial menjadi masalah yang tidak bisa dihindari angka kejadiannya, sehingga dibutuhkan data dasar infeksi ini untuk menurunkan angka yang ada. Untuk itu perlunya melakukan surveilans dengan metode yang aktif, terus menerus dan tepat sasaran.
Dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) di rumah sakit melibatkan kerjasama Unit Pelayanan Terpadu (UPT), Departemen, Instalasi dan Unit terkait serta ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai standar. Disamping itu diperlukan monitoring dan evaluasi untuk menilai keberhasilan program.
Pelaksanaan surveilans memerlukan tenaga khusus Tim PPI yang terampil yang termasuk tugas dari perawat yang bertugas purna waktu dalam upaya PPI di rumah sakit. Untuk melaksanakan monitor data-data melalui lembar formulir, guna pencatatan dan pelaporan kejadian infeksi nosokomial terpadu.
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat penderita selama/oleh karena dia dirawat di rumah sakit. Suatu infeksi pada penderita, baru bisa dinyatakan sebagai infeksi nososkomial bila memenuhi beberapa kriteria/batasan tertentu yaitu:
a.       Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinik dari infeksi tersebut.
b.      Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak sedang dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut.
c.       Tanda-tanda klinik infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya setelah 2 x 24 jam sejak mulai perawatan.
d.      Infeksi tersebut bukan merupakan sisa dari infeksi sebelumnya.
e.       Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi, dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu lalu, serta beluym pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.
Pencegahan pasien dari resiko infeksi nosokomial dilakukan dengan:
a.       Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan.
b.      Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
c.       Melindungi pasien dengan penggunaan obat-obatan yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi.
d.      Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasi melalui obat yang disuntikan.
e.       Mengawasi pasien ketika sedang makan bersama agar tidak saling berbagi makanan yang akan menjadi penyebab penyebaran infeksi.
f.       Disarankan pasien yang mempunyai penyakit menular (TBC dan Hepatitis) untuk menjaga dari komplikasi dan juga memantau agar tidak menularkan kepada pasien lainnya (seperti menggunakan masker) dan diadakan hand sanitizer  ditempatnya.
g.      Mengajarkan dan memantau kepada semua pasien untuk selalu cuci tangan minimal sesudah dan sebelum makan dan juga menyediakan tempat cuci tangan.
h.      Pakaian pasien yang mempunyai penyakit menular (seperti kusta) dicuci terpisah dengan pasien lain untuk mencegah penularan.
Dalam pengendalian infeksi yang terjadi di Rumah Sakit Jiwa melalui 3 tahapan yaitu : Pencatatan, pelaporan dan tindakan koreksi
a.       Pengumpulan data, dalam tahapan ini terdapat beberapa hal yang terkait di dalamnya diantaranya :
1.        Pengumpulan Data
Tim PPI bertanggung jawab atas pengumpulan data tersebut di atas, karena mereka yang memiliki keterampilan dalam mengidentifikasi IRS sesuai dengan criteria yang ada. Sedangkan pelaksana pengumpul data dalah IPCN yang dibantu IPCLN.  Mekanisme pelaksanaan surveilans :
IPCLN mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans setiap pasien beresiko diunit rawat masing-masing setiap hari. Pada awal bulan berikutnya paling lambat tanggal 5 formulir surveilans diserahkan ke tim PPI dengan diketahui dan ditanda tangani kepala ruangan.
2.      Pedoman
Apabila ada kecurigaan terjadi infeksi IPCLN (Infection Prevention and Control Link Nurse) segera melaporkan ke IPCN (Infection Prevention and Control Nurse) untuk ditindak lanjuti (investigasi).
3.      Sumber Data
Diperoleh dari :
a)      Rekam Medis
b)      Catatan Perawatan
c)      Catatan Hasil Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium dan Radiologi)
d)     Formasi
e)      Pasien atau Keluarga Pasien
4.      Numerator
Angka kejadian infeksi
5.      Denominator
Denominator ditentukan oleh jenis IRS
6.      Pengolahan dan Penyajian Data
a)      Penyusunan data
b)      Analisis data
Data insiden rate dianalisa, apakah ada perubahan yang signifikan seperti penurunan maupun peningkatan IRS yang cukup tajam atau signifikan, kemudian dibandingkan dengan jumlah kasus dalam kurun waktu bulan yang sama pada tahun yang lalu. Jika terjadi perubahan yang signifikan dicari factor-faktor penyebabnya mengapa hal tersebut terjadi. Bila diketemukan penyebab dilanjutkan dengan alternative pemecahannya. Dan diantara pemecahan dipilih yang baik dilaksanakan bagi rumah sakit atau fasilitas pelayanan setempat. Hasil analisa data disajikan dalam bentuk table, diagram, dan grafik.
c)      Penyimpulan data
d)     Pelaporan/umpan balik.
Prinsip pelaporan surveilans IRS :
1)      Laporan dibuat sistematik, singkat, tepat waktu dan informative
2)      Laporan dibuat dalam bentuk grafik atau tabel.
3)      Laporan dibuat bulanan, triwulan, semester atau tahunan.
4)      Laporan disertai analisis masalah dan rekomendasi penyelesaian.
5)      Laporan di presentasikan dalam rapat koordinasi dengan pimpinan.
Dilaksanakan dengan terarah, tepat, tertib dan berkesinambungan. Pada kejadian luar biasa perlu ditetapkan :
1)      Tata cara untuk melakukan identifikasi masalah.
2)      Penetapan penyebab.
3)      Cara pemecahan masalah.  
Jenis laporan tertulis meliputi:
1)      Rutin
·         Rekapitulasi angka kejadian infeksi setiap bulan
·         Angka kejadian infeksi dan kegiatan tiap 3 bulan
·         Laporan pertanggung jawaban pelatihan
·         Laporan tahunan kegiatan
2)      Insidentil
·         Laporan MRSA
·         Laporan KLB (Pseudomonas, Serratia Acinetobacter, dll)
Laporan ditujukan kepada Direktur Utama dengan tembusan:
1)      Direktur Medik dan keperwatan
2)      Ketua Komite Medik
3)      Departemen/ruangan yang terkait
4)      Kepala bidang keperawatan
3.      Melindungi pasien dari bahaya yang dilakukan oleh orang lain
Dilakukan dengan memonitor perilaku agresif yang dapat menyebabkan perkelahian di antara pasien. Delusi atau keyakinan yang salah juga perlu dipantau untuk mencegah pasien mengalami kerugian satu sama lain.
4.      Melindungi pasien dari kesalahan medis atau keperawatan.
Dilakukan dengan memastikan bahwa identitas pasien telah sesuai dengan tindakan medis atau keperawatan yang akan dia jalani sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pemberian tindakan. Penentuan diagnosa harus tepat sesuai dengan data-data yang telah terkumpul, sehingga tidak ada kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan.
5.      Pemeriksaan dini
Dilakukan pemeriksaan dini pada pasien ketika awal memasuki rumah sakit ini bertujuan agar mengetahui jika pasien mengidap penyakit tertentu. Sehingga jika terdapat pasien yang mengidap penyakit menular, penanganan pasien tersebut bisa dilakukan dengan benar agar tidak menularkan penyakitnya terhadap pasien lain.
6.      Melindungi pasien dari lingkungan fisik 
Dilakukan dengan memastikan bahwa pasien ditempatkan dalam tempat aman dan bebas dari benda-benda berbahaya yang mungkin melukai pasien atau digunakan untuk menyebabkan kerugian bagi pasien sendiri (Hanya peralatan  makanan plastik dapat digunakan di lingkungan, tidak ada benda tajam yang diperbolehkan di lingkungan)
7.      Melindungi pasien dari resiko jatuh
Dengan menghindari penempatan pasien di lantai yang bertingkat agar tidak terjadi kejadian pasien meloncat dari lantai atas.

8.      Memastikan obat dikonsumsi oleh pasien dengan benar
Dilakukan dengan cara memastikan bahwa setiap obat yang diberikan kepada pasien benar-benar telah diminum dan ditelan.

2.2.2        Nurse Safety/ Keselamatan Perawat Saat Melakukan Asuhan Pada Pasien Jiwa
1.      Menghindari berhadapan langsung pada pasien yang agresif sendirian .
2.      Tidak menstimulus marah pasien dengan selalu tenang dan menggunakan nada suara yang lembut ketika berhadapan dengan pasien.
3.      Menggunakan alat pelindung diri (APD) ketika memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang mengidap penyakit infeksi.
4.      Mencegah diri untuk menggunakan obat-obatan pasien jiwa walaupun sedang meresa lelah dan tertekan.
5.      Menghindari membelakangi pasien.
6.      Menjaga kontak mata untuk mengetahui jika ada kemungkinan perubahan perilaku yang merupakan tanda pasien marah.
7.      Ketika mencoba untuk mengendalikan fisik pasien mendekatinya dari belakang dan samping dan harus ditemani perawat lain.
8.      Menjaga jarak ketika berinteraksi dengan pasien (misalnya ketika pasien sedang marah).
9.      Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, misalnya pada pasien TBC memakai masker dan sarung tangan dan juga perawat harus tau bagaimana penularan penyakit-penyakit tertentu (HIV, TBC). Mencuci tangan adalah menggosok air dengan sabun secara bersama-sama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas kemudian dibilas di bawah aliran air (Larsan, 1995).

2.2.3        Pelaksanaan Management Patient Safety Pada Sarana Dan Prasarana RS Jiwa (Lingkungan)
Aspek –aspek yang perlu diperhatikan untuk keselamatan dan keamanan pasien pada ruangan jiwa:
1.      Bangunan rumah sakit
Bangunan gedung harus kokoh
2.      Ruang perawatan
Ruangan perawatan pasien ditempatkan di tempat yang dekat dengan nurse station sehingga mudah terpantau, ruangan juga diharuskan selalu terkuncidan mempunyai ventilasi yang baik sehingga cahaya bisa masuk kedalam ruangan.
3.      Warna
Warna cat ruangan disesuaikan dengan kondisi psikologis pasien. Contohnya dengan  memakai warna dinding  yang berkesan”teduh” atau dingin  untuk tidak memancing emosi pasien.
4.      Penerangan  
Penerangan pada malam hari  harus cukup terang agar  pasien tidak menjadi tegang. Khususnya  bagi pasien yang memiliki tingkat halusinasi  yang lebih tinggi.
5.      Posisi jendela
Jendela yang di gunakan pada pasien penyakit jiwa sebaiknya  tidak terlalu rendah dari lantai,diberi  tralis agar pasien tidak dapat menjangkau bagian kaca secara langsung atau dapat menggunakan jendela kayu. Jendela juga tidak boleh dilengkapi dengan gorden.
6.      Pintu
Pintu dibuat lebih kuat dan dikunci dari luar pada malam hari agar pasien  tidak melarikan diri. Rancangan pintu sebaiknya tidak berkesan  tertutup atau mengisolasi pasien.
7.      Lantai
Lantai yang di gunakan  pada kamar pasien penyakit jiwa tidak boleh licin sehingga pasien tidak terpeleset serta lantai mempunyai permukaan yang bertekstur namun mudah dibersihkan dan cepat kering bila basah.
8.      Dinding
Sebaiknya permukaan dinding rata dan kedap air, di desain tidak terlalu tinggi agar memudahkan memantau aktivitas pasien didalam ruangan.
9.      Langit-langit
Bahan  langit-langit sebaiknya warna terang.Sebaiknya  dibuat lebih kuat ,atau diatas langit-langit diberi penghalang atau lembaran seng ( di atas usuk) agar pasien tidak bisa melarikan diri melalui langit-langit dan langit-langit pun dibuat lebih tinggi dari biasanya supaya mencegah tindakan bunuh diri dari pasien.
10.  Perabot
a.       Meja dan kursi sebaiknya berbahan kuat dan elastic, kokoh, tahan lama  misalnya bahan plastic dan kayu diusahkan tidak ada sisinya yang tajam, dan berwarna terang (misalnya putih). Meja dan kursi diusahakan di singkirkan  atau ditaruh merapat dinding  bila tidak sedang digunakan  sehingga ruangan lebar untuk sirkulasi.Tempat tidur di usahakan permanen  kedudukannya(kaki tempat tidur ditanam di lantai) agar tidak bisa di gerakkan dan di jungkirkan pasien. Juga harus tidak ada sisi-sisi tempat tidur yang tajam.
b.      Kasur sebaiknya terbuat dari bahan karet dan tidak memakai sprey, kasur pun juga dirancang tidak terlalu tinggi untuk menghindari resiko terjatuh.
c.       Tidak boleh terdapat hiasan dinding (seperti lukisan)
d.      Tidak boleh terdapat stop kontak di dalam ruangan
e.       Peralatan  mandi dan peralatan kebersihan  sebaiknya  memakai bahan plastik  dan tidak tajam
f.       Lemari perawat maupun dokter  harus kuat agar tidak bisa dibuka oleh pasien. Begitupun dengan lemari obat, harus kuat dan selalu terkunci.

2.3  Identifikasi Tindakan Management Safety Patient Safety pada Kasus Infeksi Nosokomial
1.      Tugas dan tanggung jawab panitia medis pengendalian infeksi
Panitia ini dipimpin oleh seorang dokter yang mempunyai pengetahuan dan berminat khusus dalam bidang ini. Inti dari tugas dan tanggung jawab panitia medis pengendalian infeksi adalah mencari, mengidentifikasi infeksi nosokomial, yang selanjutnya dikumpulkan, diolah, dianalisis dan disajikan sebagai bahan informasi kepada pihak manajemen atau direktur RS. Adapun informasi tersebut antara lain:
a.       Angka kejadian infeksi nosokomial secara menyeluruh dalam kurun waktu tertentu disertai presentasenya untuk masing-masing jenis infeksi nosokomial
b.      Perkembangan angka kejadian masing-masing infeksi nosokomial saat ini dibandingkan dengan laporan periode sebelumnya
c.       Prosedur dan tindakan medis atau perawatan yang dicurigai sebagai penyebab atau factor resiko
d.      Jenis kasus atau penyakit dasar yang diserang infeksi nosokomial
e.       Peta mikroba pathogen sebagai hasil kajian laboratorium mikrobiologi
f.       Ruang perawatan yang paling banyak ditemukan kasus infeksi nosokomial
Informasi yang disampaikan oleh Panitia Medis Pengendalian Infeksi kepada pihak manajemen atau direktur RS akan dijadikan sebagai masukan untuk pembenahan atau koreksi pelayanan medis. Direktur RS merekomendasikan temuan dan analisis Panitia Medis Pengendalian Infeksi ke jajaran di bawahnya, yaitu ke masing-masing Unit Pelaksana Fungsional sebagai umpan balik/ feedback. Mekanisme kerjanya yaitu antara input yang dilaporkan Panitia Medis Pengendalian Infeksi dan output sebagai bahan koreksi yang harus diinformasikan ke manajemen pelayanan medis RS, maka diharapkan akan selalu ada pengawasan dan penilaian terhadap mutu pelayanan medis.
Agar organisasi Panitia Medis Pengendalian Infeksi dapat berjalan dengan baik dan efektif, maka perlu adanya sejumlah personalia yang disusun dengan memperhatikan keahlian dan senioritasnya. Panitia medic pengendalian infeksi sebagai sebuah unit kerja, memerlukan adanya bentuk/format organisasi serta mekanisme kerja. Pelaksanaan mekanisme kerja hendaknya terarah dan terkoordinasi agar dapat menjangkau semua unit pelaksanan fungsional (UPF). Untuk hal ini format bentuk organisasi panitia medic pengendalian infeksi menyelarsakan diri terhadap bentuk organisasi Rumah Sakit.
Sesuai dengan format organisasi, pembagian tugas dan wewenang disusun atau diatur secara berjenjang dari perencana (konseptual, koordinasi dan supervise hingga pelaksana dilapangan dengan rincian tugas sebagai berikut.
a.       Panitia medic pengendalian infeksi
1)      Membuat kebijakn (policy) pengendalian infeksi
2)      Menetapkan standar atau kriteria diagnosis
3)      Menyusun dan menetapkan kewaspadaan standar bagi upf
4)      Mengkaji ulang (review) laporan berkala yang disusun oleh tim pendgendalian infeksi
5)      Menyampaikan analisis perkembangan infeksi nosocomial disertai saran atau ekomendasi kepada direktur rumah sakit yang disampaikan secara berkala (input)
6)      Menyusun program pelatihan
b.      Mengadakan pertemuan berkala
1)      Patient Safety Selama Masa Penahanan
Hal-hal yang dilakukan dalam menjalankan patient safety untuk pasien jiwa selama masa penahanan antara lain :
a)      Penahanan pasien dilakukan berdasarkan pada perintah medis.
b)      Tidak menggunakan penahanan sebagai metode hukuman atau untuk membalas dendam pribadi.
c)      Memberitahu pasien alasan penahanannya.
d)     Pastikan bahwa penahanan tidak memblokir sirkulasi darah.
e)      Penahanan pasien dilakukan dengan posisi pasien dalam kondisi terlentang.
f)       Pastikan bahwa kebutuhan fisik pasien terpenuhi.
g)      Penahanan tidak berlaku pada  kasus operasi mata , operasi tulang belakang, kondisi hati, dada dan masalah pernapasan.
h)      Ruangan fisik  sekitarnya harus sesuai dan dilengkapi kamera pemantau.
i)        Pasien harus dimonitor pada semua waktu penahanan.
2)      Patient Safety Selama Masa Pengasingan
Hal-hal yang dilakukan dalam menjalankan patient safety untuk pasien jiwa selama masa pengasingan antara lain :
a)      Pengasingan pasien dilakukan berdasarkan pada perintah medis.
b)      Tidak menggunakan pengasingan sebagai metode hukuman atau untuk membalas dendam pribadi
c)      Memberitahu pasien alasan menempatkan dia dalam pengasingan.
d)     Pastikan bahwa ruang bebas dari bahaya.
e)      Pastikan bahwa fisik ruang sekitarnya tepat dan dilengkapi dengan kamera pemantau.
f)       Pastikan bahwa kebutuhan fisik pasien terpenuhi.
g)      Pengasingan tidak harus dilakukan pada kasus-kasus risiko bahaya diri, autis, jantung dan gangguan pernapasan dan pasien fobia.














BAB III
PENUTUP

3.1   Kesimpulan
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yan disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. (Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2006).Menurut American Nurses Associations (ANA), Keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri secara teraupetik dalam meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan mental masyarakat dimana klien berada (American Nurses Associations).
Standar pengelolaan pasien safety dalam keperawatan jiwa terdiri dari 7 standar yaitu: Falsafah dan Tujuan, Administrasi dan Pengelolaan, Staf dan Pimpinan, Fasilitas dan Peralatan, Kebijakan dan Prosedur , Pengembangan Staf dan Pendidikan, Evaluasi dan Pengendalian Mutu. Ruang lingkup management patient safety  mencakup keamanan pasien, perawat dan lingkungan.
3.2 Saran
Demikian makalah yang kami susun, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kami meminta kritik dan saran agar penulisan makalah ini dapat lebih sempurna di masa yang akan datang.



1.1   
DAFTAR PUSTAKA

https://books.google.co.id/books?id=pengendalian-infeksi-nosokomial.html http://enitauho.blogspot.com/2009/02/panitia-medis-pengendalian-infeksi.html

No comments:

Post a Comment